Cinta di Antara Buku-Buku
Perpustakaan universitas selalu menjadi tempat favorit Nina. Baginya, aroma kertas tua dan keheningan yang menyelimuti ruangan itu adalah kombinasi sempurna untuk melarikan diri dari keramaian dunia luar. Dia sering menghabiskan waktu berjam-jam di sana, membaca buku-buku yang tak pernah habis menarik minatnya.
Suatu sore, seperti biasa, Nina duduk di sudut favoritnya, di antara rak-rak buku sastra. Dia sedang asyik membaca novel klasik ketika tiba-tiba seseorang duduk di seberangnya. Nina mengangkat pandangannya dan melihat seorang pria dengan kacamata tebal sedang membuka laptopnya. Pria itu terlihat serius, matanya fokus pada layar laptop.
Nina mencoba kembali ke bukunya, tapi entah mengapa, dia merasa terganggu oleh kehadiran pria itu. Dia mencoba mengabaikannya, tapi matanya terus tertarik untuk melirik ke arah pria itu.
Setelah beberapa menit, pria itu menutup laptopnya dan menghela napas. Dia menatap Nina dan tersenyum. "Maaf, apakah aku mengganggumu?"
Nina terkejut dan cepat-cepat menggelengkan kepala. "Tidak, tidak sama sekali. Aku hanya... penasaran."
Pria itu tertawa kecil. "Aku sering melihatmu di sini. Kamu selalu membaca buku-buku sastra, ya?"
Nina mengangguk. "Iya, aku suka sastra. Kamu?"
"Namaku Rafa. Aku lebih suka buku-buku sejarah," kata pria itu sambil mengulurkan tangannya.
Nina menjabat tangan Rafa. "Nina. Senang bertemu denganmu, Rafa."
Mereka mulai bercerita tentang buku-buku favorit mereka. Rafa menceritakan tentang buku sejarah yang sedang dia baca, sementara Nina berbagi cerita tentang novel-novel klasik yang dia sukai. Percakapan mereka mengalir dengan lancar, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama.
"Jadi, apa kamu sering ke perpustakaan ini?" tanya Rafa.
Nina mengangguk. "Iya, hampir setiap hari. Ini seperti tempat pelarianku."
Rafa tersenyum. "Aku juga. Di sini aku bisa fokus dan melupakan semua masalah."
Mereka berdua tertawa kecil. Suasana menjadi lebih hangat, meskipun di sekitar mereka masih terasa hening.
"Kamu punya rencana setelah ini?" tanya Rafa tiba-tiba.
Nina menggeleng. "Belum. Kenapa?"
"Bagaimana kalau kita keluar sebentar? Aku tahu ada kafe enak di dekat sini," usul Rafa.
Nina merasa jantungnya berdebar. Dia tidak menyangka akan mendapat ajakan seperti itu. Tapi entah mengapa, dia merasa nyaman dengan Rafa. "Oke, kenapa tidak?"
Mereka berdua keluar dari perpustakaan dan berjalan menuju kafe yang Rafa sebutkan. Sepanjang jalan, mereka terus bercerita tentang berbagai hal. Nina merasa seperti menemukan seseorang yang benar-benar mengerti dirinya.
Sesampainya di kafe, mereka memesan kopi dan duduk di sudut yang nyaman. Percakapan mereka semakin seru, dari buku-buku favorit hingga impian dan cita-cita.
"Jadi, apa cita-citamu, Nina?" tanya Rafa penasaran.
Nina tersenyum. "Aku ingin menjadi penulis. Aku ingin menulis cerita-cerita yang bisa menginspirasi orang."
Rafa mengangguk. "Itu hebat. Aku yakin kamu bisa melakukannya."
Nina merasa hangat di hatinya. "Terima kasih, Rafa. Kamu sendiri? Apa cita-citamu?"
Rafa tersenyum. "Aku ingin menjadi sejarawan. Aku ingin meneliti dan menulis tentang sejarah yang belum banyak diketahui orang."
Mereka berdua tertawa. "Kita sama-sama ingin menulis, ya?" kata Nina.
Rafa mengangguk. "Iya, mungkin kita bisa bekerja sama suatu hari nanti."
Nina merasa ada harapan baru di hatinya. Dia melihat Rafa, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa ada seseorang yang benar-benar mengerti dan mendukungnya.
"Rafa, terima kasih sudah mengajakku ke sini," kata Nina tiba-tiba.
Rafa tersenyum. "Terima kasih sudah menerima ajakanku. Aku senang bisa mengenalmu, Nina."
Mereka berdua duduk dalam keheningan sejenak, menikmati momen itu. Di luar, matahari mulai tenggelam, menciptakan pemandangan yang indah.
"Nina, apa kamu punya rencana besok?" tanya Rafa tiba-tiba.
Nina menggeleng. "Belum. Kenapa?"
"Bagaimana kalau kita bertemu lagi di perpustakaan? Aku ingin mendengar lebih banyak ceritamu," usul Rafa.
Nina tersenyum. "Aku juga ingin mendengar ceritamu."
Rafa mengangguk. "Baiklah. Besok sore, di perpustakaan."
Nina mengangguk. "Sampai jumpa besok, Rafa."
Rafa tersenyum. "Sampai jumpa besok, Nina."
Mereka berdua berpisah dengan perasaan bahagia. Nina merasa ada sesuatu yang baru dalam hidupnya, sesuatu yang membuatnya bersemangat untuk menjalani hari-hari ke depan.
Epilog
Beberapa bulan kemudian, Nina dan Rafa masih sering bertemu di perpustakaan. Mereka berdua telah menjadi teman dekat, saling mendukung dan menginspirasi satu sama lain. Perlahan-lahan, mereka mulai menyadari bahwa perasaan mereka lebih dari sekadar teman.
Suatu sore, di perpustakaan, Rafa mengajak Nina ke sudut favorit mereka. "Nina, ada sesuatu yang ingin aku katakan," kata Rafa tiba-tiba.
Nina menatap Rafa. "Apa itu?"
Rafa menarik napas dalam-dalam. "Aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Kamu telah membawa warna baru dalam hidupku."
Nina tersenyum. "Aku juga bersyukur bertemu denganmu, Rafa."
Rafa mengulurkan tangannya, memegang tangan Nina. "Aku ingin kita melanjutkan perjalanan ini bersama. Apa kamu mau?"
Nina merasa jantungnya berdebar kencang. Dia mengangguk. "Aku mau, Rafa."
Mereka berdua tersenyum, mata mereka penuh dengan harapan dan cinta. Di antara buku-buku yang selalu menjadi saksi bisu pertemuan mereka, mereka tahu bahwa ini adalah awal dari cerita baru mereka, cerita yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan.
Dan di perpustakaan itu, di antara buku-buku yang selalu menjadi teman setia mereka, dua hati yang saling mengerti akhirnya menemukan cinta yang mereka cari.
Post a Comment for "Cinta di Antara Buku-Buku"