Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Surat Cinta yang Terlupakan




Di sebuah kota kecil yang dipenuhi pohon-pohon rindang, hiduplah seorang perempuan bernanya Laras. Ia tinggal di rumah tua peninggalan orang tuanya, sebuah rumah yang penuh dengan kenangan masa lalu. Setiap sudut rumah itu seolah menyimpan cerita, mulai dari dinding yang dipenuhi foto keluarga hingga lemari kayu antik yang menyimpan berbagai barang berharga. Namun, ada satu benda yang selalu menarik perhatian Laras: sebuah kotak kayu kecil yang tersimpan rapi di bagian paling belakang lemari.

Kotak itu telah lama tidak dibuka. Laras ingat, kotak itu adalah peninggalan ibunya yang meninggal sepuluh tahun lalu. Ibunya selalu berkata, "Jangan buka kotak itu sampai kau benar-benar siap, Laras." Dan Laras pun mematuhinya. Tapi hari ini, entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang memanggilnya untuk membuka kotak itu.

Dengan hati berdebar, Laras mengambil kotak kayu itu dan membukanya perlahan. Di dalamnya, ia menemukan beberapa surat yang sudah menguning dimakan waktu. Surat-surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang rapi, dan Laras segera mengenali tulisan ibunya. Namun, ada satu surat yang membuatnya tertegun. Surat itu tidak ditulis oleh ibunya, melainkan oleh seseorang yang tidak ia kenal.

Surat itu diawali dengan kalimat, "Untuk kekasihku, Laras."

Laras merasa jantungnya berdetak kencang. Ia tidak pernah menerima surat cinta seperti ini sebelumnya. Siapa yang menulisnya? Dan mengapa surat ini ada di kotak ibunya?

Dengan gemetar, Laras mulai membaca surat itu.

Kekasihku, Laras,

Sudah lama aku ingin menulis surat ini kepadamu, tapi selalu ada sesuatu yang menghentikanku. Mungkin rasa takut, atau mungkin juga karena aku tahu bahwa kita tidak akan pernah bisa bersama. Tapi hari ini, aku memutuskan untuk menuangkan semua perasaanku dalam kata-kata, meskipun aku tahu surat ini mungkin tidak akan pernah sampai ke tanganmu.

Aku masih ingat pertama kali kita bertemu. Kau sedang duduk di bawah pohon rindang di taman kota, membaca buku dengan wajah yang begitu tenang. Saat itu, aku langsung terpesona olehmu. Kau seperti sinar matahari yang menerangi hari-hariku. Sejak saat itu, aku selalu mencari-cari keberadaanmu, meskipun aku tahu bahwa kita berasal dari dunia yang berbeda.

Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi aku sering melihatmu dari kejauhan. Aku melihatmu tertawa bersama teman-temanmu, melihatmu membantu orang tua menyeberang jalan, dan melihatmu menikmati senja sendirian. Setiap kali melihatmu, hatiku selalu berbunga-bunga. Tapi aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku tahu, aku hanyalah seorang pemuda biasa yang tidak punya apa-apa untuk ditawarkan.

Tapi cintaku padamu tulus, Laras. Meskipun kita tidak pernah berbicara, meskipun kau mungkin tidak pernah tahu siapa aku, aku ingin kau tahu bahwa kau telah mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan. Kau adalah mimpi indah yang tidak pernah bisa kuraih, tapi aku bersyukur pernah merasakan keindahan itu.

Mungkin suatu hari nanti, ketika kau membaca surat ini, kita sudah berada di tempat yang berbeda. Mungkin kau sudah menemukan seseorang yang bisa membuatmu bahagia. Dan aku berharap, kau akan selalu bahagia, meskipun itu bukan bersamaku.

Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku, meskipun hanya dalam diam.

Dengan cinta,
Seseorang yang selalu memikirkanmu

Laras menatap surat itu lama-lama, matanya berkaca-kaca. Ia tidak tahu harus merasa apa. Siapa yang menulis surat ini? Dan mengapa surat ini ada di kotak ibunya?

Ia segera mencari petunjuk lain di dalam kotak itu. Di antara surat-surat ibunya, ia menemukan sebuah foto lama. Foto itu menunjukkan seorang pemuda yang sedang tersenyum, berdiri di depan toko buku yang pernah ada di sudut kota. Laras merasa wajah itu agak familiar, tapi ia tidak bisa mengingatnya dengan jelas.

Tanpa berpikir panjang, Laras memutuskan untuk mencari tahu siapa pemuda itu. Ia pergi ke toko buku yang ada di foto, meskipun toko itu sudah berubah menjadi kafe modern. Pemilik kafe itu adalah seorang wanita tua yang ramah.

"Permisi, Bu," sapa Laras. "Apakah Anda tahu siapa pemuda di foto ini?"

Wanita tua itu melihat foto itu dengan seksama, lalu tersenyum. "Oh, ini Arman. Dia dulu sering membantu di toko buku ini sebelum toko ini tutup. Sayang sekali, dia meninggal beberapa tahun yang lalu karena sakit."

Laras merasa dadanya sesak. "Apakah Anda tahu sesuatu tentang dia? Apakah dia pernah menulis surat?"

Wanita itu mengangguk. "Arman memang suka menulis. Dia sering menulis surat, tapi aku tidak tahu untuk siapa. Dia bilang, surat-surat itu adalah rahasianya."

Laras mengucapkan terima kasih dan pulang dengan perasaan campur aduk. Ia tidak pernah menyangka bahwa ada seseorang yang diam-diam mencintainya selama ini. Dan sekarang, orang itu sudah tiada, meninggalkan surat cinta yang terlupakan.

Malam itu, Laras duduk di teras rumahnya, memegang surat itu erat-erat. Ia menatap langit yang dipenuhi bintang, mencoba membayangkan bagaimana perasaan Arman saat menulis surat itu.

"Terima kasih, Arman," bisik Laras pelan. "Terima kasih telah mencintaiku, meskipun hanya dalam diam."

Dan di bawah cahaya bulan, Laras merasa seolah-olah Arman ada di sana, tersenyum padanya, mengingatkannya bahwa cinta tidak selalu harus diungkapkan dengan kata-kata, tapi juga bisa hidup dalam diam, dalam surat-surat yang terlupakan.

Post a Comment for "Surat Cinta yang Terlupakan"