Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cahaya di Balik Hujan




Hujan turun dengan derasnya, membasahi jalanan kota yang biasanya ramai. Suara rintik hujan menciptakan melodi yang menenangkan, meskipun bagi sebagian orang, hujan hanya membuat suasana menjadi lebih suram. Tapi tidak bagi Rara. Dia selalu menemukan kedamaian dalam hujan. Baginya, hujan adalah teman setia yang menemani saat-saat sunyi dalam hidupnya.

Rara berjalan pelan di bawah payung birunya, menikmati setiap tetes hujan yang jatuh. Matanya tertuju pada sebuah kafe kecil di ujung jalan. Kafe itu, "Cahaya", adalah tempat favoritnya. Tempat di mana dia bisa melarikan diri dari kesibukan sehari-hari dan menikmati secangkir kopi hangat.

Sesampainya di kafe, Rara mengibaskan payungnya dan masuk ke dalam. Suara bel kecil berbunyi saat pintu terbuka. Dia disambut oleh aroma kopi yang harum dan suara musik jazz yang lembut. Rara memilih tempat duduk di dekat jendela, tempat dia bisa melihat hujan turun sambil menikmati bukunya.

Tak lama setelah duduk, seorang pelayan mendekat. "Hai, Rara. Biasanya, ya?" tanyanya sambil tersenyum.

Rara mengangguk. "Iya, kopi hitam dan croissant, please."

Pelayan itu mengangguk dan pergi ke belakang. Rara membuka bukunya, mencoba untuk fokus pada cerita yang sedang dibacanya. Tapi hari ini, pikirannya entah mengapa sulit untuk fokus. Matanya terus melirik ke arah pintu, seolah menunggu seseorang.

Tiba-tiba, pintu kafe terbuka lagi. Seorang pria dengan jas hujan basah masuk ke dalam. Dia terlihat tergesa-gesa, tapi begitu matanya bertemu dengan Rara, dia berhenti sejenak. Rara merasa jantungnya berdebar kencang. Pria itu adalah Arka, teman lamanya yang sudah lama tidak dia temui.

Arka menghampiri meja Rara. "Rara? Apa kabar?" tanyanya dengan suara yang hangat.

Rara tersenyum, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Arka! Lama tidak bertemu. Aku baik-baik saja. Kamu?"

Arka duduk di seberang Rara. "Aku juga baik. Lagi di sini sendirian?"

Rara mengangguk. "Iya, cuma numpang berteduh dari hujan. Kamu?"

Arka tersenyum. "Aku juga. Lagi nunggu hujan reda. Tapi, lebih baik nunggu di sini daripada di luar."

Mereka berdua tertawa kecil. Suasana menjadi lebih hangat, meskipun di luar hujan masih turun dengan derasnya.

"Jadi, apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu," tanya Rara, mencoba memulai percakapan.

Arka menghela napas. "Banyak yang terjadi. Aku baru saja kembali dari luar negeri. Bekerja di sana selama dua tahun."

Rara terkejut. "Wah, seru ya? Bagaimana pengalamannya?"

Arka menceritakan pengalamannya bekerja di luar negeri, tentang tantangan dan keseruan yang dia alami. Rara mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali tertawa atau mengangguk. Mereka berdua seperti kembali ke masa lalu, saat mereka masih dekat dan bisa berbicara tentang apapun.

Tiba-tiba, Arka berhenti sejenak. Matanya menatap Rara dengan serius. "Sebenarnya, ada satu hal yang selalu aku sesali, Rara."

Rara merasa jantungnya berdebar lagi. "Apa itu?"

Arka menarik napas dalam-dalam. "Aku menyesal tidak mengatakan sesuatu padamu sebelum aku pergi. Sesuatu yang seharusnya sudah aku katakan sejak lama."

Rara merasa napasnya tertahan. "Apa... apa itu?"

Arka menatap mata Rara dengan penuh arti. "Aku mencintaimu, Rara. Selama ini, perasaanku tidak pernah berubah. Aku hanya tidak punya keberanian untuk mengatakannya."

Rara merasa dunia berhenti sejenak. Dia tidak menyangka akan mendengar pengakuan itu dari Arka. Dia sendiri sebenarnya juga memiliki perasaan yang sama, tapi selalu menyimpannya rapat-rapat.

"Arka..." Rara mulai, tapi suaranya tercekat.

Arka mengulurkan tangannya, memegang tangan Rara dengan lembut. "Aku tahu ini mungkin terlambat, tapi aku tidak ingin menyesal lagi. Aku ingin kamu tahu perasaanku."

Rara menatap Arka, matanya berkaca-kaca. "Aku... aku juga mencintaimu, Arka. Selama ini, aku selalu memendam perasaanku."

Arka tersenyum, wajahnya penuh dengan kelegaan. "Kita berdua memang bodoh, ya? Menunggu begitu lama untuk mengatakan yang sebenarnya."

Rara tertawa kecil, air matanya mengalir. "Iya, kita memang bodoh."

Mereka berdua duduk dalam keheningan sejenak, hanya menikmati kehadiran satu sama lain. Hujan di luar mulai reda, tapi di dalam hati mereka, ada cahaya yang baru saja menyala.

"Jadi, apa kita bisa mulai dari sini?" tanya Arka penuh harap.

Rara mengangguk, tersenyum. "Iya, kita mulai dari sini."

Dan di kafe kecil itu, di tengah hujan yang mulai reda, dua hati yang lama terpisah akhirnya bersatu. Mereka tahu, ini adalah awal dari cerita baru mereka, cerita yang penuh dengan cinta dan harapan.

---


Beberapa bulan kemudian, Rara dan Arka masih sering mengunjungi kafe "Cahaya". Tempat itu menjadi saksi bisu dari cinta mereka yang tumbuh perlahan tapi pasti. Mereka berdua duduk di meja yang sama, menikmati kopi dan croissant, sambil bercerita tentang masa depan mereka.

"Kamu ingat hujan hari itu?" tanya Rara suatu hari.

Arka tersenyum. "Tentu saja. Itu adalah hari terbaik dalam hidupku."

Rara memegang tangan Arka. "Aku juga. Terima kasih sudah mengatakan yang sebenarnya."

Arka menatap Rara dengan penuh cinta. "Aku tidak akan pernah menyesalinya."

Dan di bawah cahaya matahari yang hangat, mereka berdua tahu bahwa cinta mereka akan terus bersinar, seperti cahaya di balik hujan yang selalu menemani mereka.


Post a Comment for "Cahaya di Balik Hujan"