Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pelukan Pertama di Musim Hujan




Hujan turun dengan derasnya, membasahi jalanan kota yang sudah mulai sepi. Langit kelabu menyelimuti sore itu, menciptakan suasana yang begitu syahdu. Di bawah atap halte bus, seorang perempuan muda bernama Rara berdiri sambil menatap rintik-rintik air yang jatuh ke bumi. Ia memeluk tasnya erat-erat, mencoba melindungi diri dari hawa dingin yang mulai menusuk.

Rara sebenarnya tidak berencana terjebak hujan. Ia baru saja pulang dari kampus dan berharap bisa sampai di rumah sebelum hujan turun. Tapi alam punya rencananya sendiri. Dan sekarang, ia harus menunggu hujan reda di halte yang sepi itu.

Tiba-tiba, langkah kaki terdengar mendekat. Rara menoleh dan melihat seorang pemuda berlari ke arah halte, basah kuyup oleh hujan. Pemuda itu mengenakan jaket hoodie abu-abu yang sudah basah, dan rambutnya menempel di dahinya. Ia tersenyum malu-malu saat melihat Rara.

"Maaf, boleh numpang berteduh?" tanyanya sambil mengibaskan air dari jaketnya.

Rara mengangguk. "Silakan. Hujannya deras sekali ya?"

"Ya, tadi saya kira bisa sampai rumah sebelum hujan turun. Ternyata salah perhitungan," jawab pemuda itu sambil tertawa kecil.

Mereka pun berdiri berdampingan di bawah atap halte, menikmati keheningan yang hanya diisi oleh suara rintik hujan. Rara sesekali melirik pemuda itu, mencoba mengingat apakah ia pernah melihatnya di kampus. Tapi wajahnya benar-benar asing.

"Kamu mahasiswa juga?" tanya Rara, mencoba memecah keheningan.

"Iya, di Fakultas Teknik. Namaku Arga," jawab pemuda itu sambil mengulurkan tangan.

"Rara, dari Fakultas Sastra," balas Rara sambil menjabat tangan Arga.

Percakapan pun mengalir dengan lancar. Mereka berbicara tentang kampus, tentang hobi, dan tentang hal-hal kecil yang membuat mereka tertawa. Rara merasa nyaman berbicara dengan Arga. Ada sesuatu tentang dirinya yang membuatnya merasa hangat, meskipun hujan terus mengguyur dengan deras.

Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Hujan mulai reda, tapi langit masih terlihat kelabu. Arga melihat ke arah langit, lalu menoleh ke Rara.

"Kayaknya hujan belum berhenti sepenuhnya. Mau aku antar pulang? Aku punya payung," tawarnya.

Rara tersenyum. "Terima kasih, Arga. Aku akan sangat berterima kasih."

Mereka pun berjalan berdua di bawah payung kecil yang nyaris tidak cukup untuk menutupi mereka berdua. Tapi justru itu yang membuat mereka semakin dekat. Sesekali, bahu mereka bersentuhan, dan Rara bisa merasakan kehangatan dari tubuh Arga.

Saat mereka melewati sebuah taman kecil, tiba-tiba angin bertiup kencang, membuat payung mereka terbalik. Rara hampir kehilangan keseimbangan, tapi Arga dengan cepat memeluknya, melindunginya dari angin dan hujan yang tiba-tiba kembali deras.

Rara terkejut, tapi ia tidak menarik diri. Pelukan Arga terasa begitu hangat dan nyaman, seolah-olah melindunginya dari segala hal buruk di dunia ini. Ia menatap Arga, dan untuk pertama kalinya, ia menyadari betapa dekat mereka.

"Maaf," bisik Arga, tapi ia tidak melepaskan pelukannya.

"Tidak apa-apa," jawab Rara pelan.

Mereka berdiri seperti itu selama beberapa detik, terlindung dari hujan dan angin, hanya saling memandang dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Dan di tengah musim hujan yang dingin, Rara merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Hujan pun akhirnya berhenti, dan mereka melanjutkan perjalanan dengan senyum kecil di wajah masing-masing. Saat sampai di depan rumah Rara, Arga mengulurkan tangan lagi.

"Senang bertemu denganmu, Rara. Mungkin lain kali kita bisa bertemu lagi?"

Rara tersenyum. "Aku juga senang bertemu denganmu, Arga. Dan ya, aku akan sangat senang jika kita bisa bertemu lagi."

Arga mengangguk, lalu berbalik pergi, meninggalkan Rara dengan perasaan hangat yang masih membekas di hatinya. Ia tahu, pelukan pertama mereka di musim hujan itu adalah awal dari sesuatu yang indah.

Dan di kejauhan, langit mulai cerah, seolah-olah memberikan restu untuk kisah baru yang akan mereka tulis bersama.

Post a Comment for "Pelukan Pertama di Musim Hujan"