Kisah Kita di Bawah Rembulan
Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki bukit, hidup seorang gadis bernama Rani. Desa ini terkenal dengan keindahan alamnya yang memukau, terutama saat malam tiba, ketika rembulan memancarkan sinarnya yang lembut, mengalirkan ketenangan di setiap sudut desa. Rani tinggal di rumah sederhana bersama keluarganya, dikelilingi oleh sawah hijau yang terbentang luas. Setiap sore, dia suka berjalan menyusuri jalan setapak yang membelah ladang padi, menikmati keheningan alam yang mengalun pelan.
Namun, ada satu hal yang tidak pernah bisa ia hindari—perasaannya terhadap Arya, pemuda yang tinggal di desa yang sama. Arya adalah teman masa kecilnya, teman yang sering dia ajak bermain di bawah pohon besar yang ada di pinggir desa. Seiring waktu, hubungan mereka pun berkembang, meski tak pernah diungkapkan secara jelas. Mereka sering berbicara, tertawa bersama, dan bahkan berbagi mimpi tentang masa depan, tetapi Rani selalu merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang menghubungkan mereka.
Malam itu, saat rembulan mulai muncul di langit, Rani duduk di depan rumahnya, memandangi langit yang dihiasi cahaya bulan. Hati Rani terasa penuh, perasaan yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Rembulan, yang selalu menemani malam-malam sepinya, seolah tahu apa yang ada di dalam hatinya. Rani merindukan Arya, meskipun ia tahu mereka tak pernah bisa lebih dari sekadar teman.
Pernah suatu malam, di bawah cahaya rembulan yang sama, mereka duduk berdua di tepi danau kecil yang terletak di luar desa. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma air yang segar. Arya tersenyum padanya, dan saat itu, Rani merasa dunia hanya ada mereka berdua.
"Aku senang bisa duduk di sini denganmu, Rani," kata Arya sambil menatap langit malam.
Rani hanya tersenyum, namun hatinya berdebar-debar. "Aku juga. Malam ini indah sekali."
Mereka terdiam sejenak, menikmati kedamaian malam yang hanya bisa mereka rasakan di bawah rembulan. Tanpa kata-kata, kedekatan mereka terasa begitu kuat, seperti ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan yang bisa mereka sentuh. Namun, Rani tahu, itu hanyalah perasaan yang tak bisa ia ungkapkan. Ia takut, takut jika perasaannya terungkap, semuanya akan berubah.
Arya memandangnya, dan ada keraguan yang tampak di matanya. "Rani, kadang aku berpikir, apakah kita akan tetap seperti ini selamanya? Apa yang sebenarnya kita harapkan dari semua ini?"
Rani merasa tenggorokannya tercekat. "Aku... aku tidak tahu, Arya. Aku hanya ingin kita selalu seperti ini, bersama."
Tapi Arya menunduk, seolah ada sesuatu yang menghalangi dia untuk berbicara lebih lanjut. Sejak malam itu, Rani merasa ada jarak yang mulai terbentuk di antara mereka. Meskipun mereka sering bertemu, ada semacam ketegangan yang tak terucapkan. Rani pun semakin sering berjalan sendirian di malam hari, duduk di bawah pohon yang dulu mereka jadikan tempat bermain, menatap rembulan yang sama, mencari jawaban atas perasaannya.
Namun, suatu malam, saat bulan purnama menyinari desa dengan cahaya yang begitu terang, Arya datang menemuinya. Rani sedang duduk di bangku taman, matanya masih memandang langit yang penuh bintang.
"Rani," suara Arya terdengar pelan, namun penuh dengan arti. "Aku tahu aku sudah lama diam tentang ini, tapi... aku tak bisa lagi menahannya."
Rani menoleh, terkejut melihat Arya berdiri di depannya, matanya penuh dengan ketegasan dan juga keraguan. "Ada apa, Arya?"
"Aku ingin mengatakannya sekarang, sebelum semuanya terlambat," kata Arya dengan napas yang sedikit berat. "Rani, aku—aku merasa sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan ini. Selama ini, aku merasa dekat denganmu, dan aku tak tahu bagaimana menjelaskannya. Tapi malam ini, di bawah rembulan yang sama, aku ingin kamu tahu satu hal... Aku mencintaimu."
Perasaan Rani seketika campur aduk. Hatinya berdegup keras, seperti ribuan kupu-kupu terbang dalam dadanya. Ia menatap Arya dengan mata yang basah, tak percaya dengan kata-kata yang baru saja diucapkan.
"Arya...," Rani hampir tidak bisa berkata apa-apa. "Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku takut. Aku takut semuanya berubah. Aku takut jika kita mengungkapkan perasaan ini, kita akan kehilangan satu sama lain."
Arya tersenyum lembut, duduk di samping Rani. "Rani, kadang kita memang harus berani untuk merubah sesuatu yang kita takutkan. Dan aku tahu, meskipun aku takut, aku tak ingin hidupku tanpa kamu. Kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa terjadi, tapi setidaknya kita bisa mencoba."
Malam itu, di bawah cahaya rembulan yang memancar terang, Rani akhirnya merasakan kelegaan yang selama ini ia cari. Cinta yang selama ini terpendam di dalam hati akhirnya terungkap, dan meskipun ada ketakutan dan keraguan, mereka memutuskan untuk berjalan bersama, menghadapinya dengan segala kemungkinan yang ada.
Sejak malam itu, setiap kali Rani dan Arya duduk bersama di bawah rembulan, mereka tahu bahwa kisah mereka adalah kisah yang ditulis dalam diam, yang akhirnya menemukan kata-kata yang tepat. Rembulan yang selalu menyinari malam mereka kini bukan hanya saksi bisu, tetapi juga simbol dari keberanian mereka untuk mencintai, meskipun takut, meskipun tak pasti. Cinta mereka adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan harapan, yang dimulai di bawah rembulan yang sama.
Dan selamanya, di bawah rembulan itu, kisah mereka akan selalu hidup—di dalam hati mereka yang saling mencintai.
Post a Comment for "Kisah Kita di Bawah Rembulan"