Di Tepi Pantai Senja
Mentari sore mulai tenggelam di ufuk barat, menciptakan semburat jingga yang memantul di permukaan laut. Di tepi pantai kecil itu, Kirana duduk memeluk lutut sambil memandangi ombak yang bergulung lembut. Tempat ini selalu menjadi pelariannya setiap kali pikirannya dipenuhi kebingungan.
Sore itu, seorang pria datang mendekat. Ia membawa gitar yang terlihat sudah cukup tua. “Bolehkah aku duduk di sini?” tanyanya dengan suara lembut. Kirana menoleh, sedikit terkejut, tapi akhirnya mengangguk.
“Aku sering melihatmu di sini,” kata pria itu, memetik senar gitar dengan nada-nada sederhana. “Pantai ini punya daya tarik khusus, ya?”
Kirana mengangguk lagi, tanpa berkata-kata. Dia tidak terbiasa berbicara dengan orang asing, tapi ada sesuatu yang membuatnya nyaman dengan pria ini.
“Namaku Nara,” katanya sambil tersenyum. “Aku musisi jalanan yang suka mengembara.”
Kirana memperkenalkan dirinya dengan singkat. Mereka berbicara sebentar, dan Nara mulai memainkan lagu-lagu lembut yang menenangkan. Setiap nada terasa menyatu dengan suara ombak dan angin sore.
Hari-hari berikutnya, Kirana selalu menemukan Nara di pantai yang sama. Mereka mulai saling bercerita tentang kehidupan. Kirana, yang selama ini merasa kesepian, mulai merasa bahwa dunia tidak lagi sebesar dan semenyakitkan yang ia pikirkan. Nara adalah pendengar yang baik, seseorang yang membuatnya merasa dilihat dan dihargai.
Namun, suatu sore, Nara membawa berita yang menghentikan langkah Kirana. “Aku harus pergi,” katanya pelan.
“Ke mana?”
“Ke kota berikutnya. Hidupku adalah perjalanan, Kirana. Aku tidak bisa tinggal di satu tempat terlalu lama.”
Kirana merasa hatinya tenggelam. Tapi ia tahu, Nara tidak berbohong. Itulah hidup yang dipilihnya, dan Kirana tidak berhak meminta lebih.
Di hari terakhir Nara di pantai itu, ia menyanyikan sebuah lagu yang baru ia ciptakan. “Lagu ini untukmu,” katanya.
Liriknya berbicara tentang cinta yang hadir seperti senja—indah tapi singkat, meninggalkan jejak yang tak terlupakan.
Ketika Nara pergi, Kirana tetap duduk di tepi pantai. Ombak masih bergulung lembut, membawa serpihan kenangan yang takkan pernah pudar. Lagu Nara terus terngiang di pikirannya, seperti janji bahwa cinta sejati tidak selalu harus memiliki, tetapi bisa dikenang selamanya.
Kirana kini memahami bahwa setiap pertemuan, meskipun singkat, memiliki makna yang dalam. Dan senja di pantai itu, meski selalu berakhir, akan selalu datang kembali, membawa harapan baru.
Post a Comment for "Di Tepi Pantai Senja"