Cinta dalam Diam
Di suatu kota kecil yang dikelilingi pegunungan hijau, ada sebuah rumah sederhana dengan halaman yang dipenuhi bunga-bunga warna-warni. Rumah itu milik seorang wanita muda bernama Sari. Setiap pagi, ia selalu duduk di teras depan rumahnya, memandangi bunga-bunga yang mekar dengan senyum tipis di bibirnya. Meskipun hari-harinya terbilang biasa, Sari merasa ada sesuatu yang tak biasa dalam hatinya, sesuatu yang tak bisa ia ungkapkan.
Sari sudah lama mengenal Andi, pria yang tinggal di sebelah rumahnya. Mereka berteman sejak kecil, tumbuh bersama, saling berbagi cerita tentang masa depan, tentang impian-impian yang mereka harapkan bisa tercapai. Andi adalah sosok yang baik hati, selalu siap membantu siapa saja, dengan senyuman hangat yang membuat semua orang merasa nyaman di sekitarnya. Tak jarang, Sari dan Andi menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang banyak hal, terkadang hanya berdiam diri menikmati kedamaian yang ada di sekitar mereka.
Namun, ada satu hal yang tak pernah terucap dari bibir Sari, satu hal yang terus mengganggu hatinya—cinta. Seiring berjalannya waktu, perasaan itu tumbuh begitu dalam, namun ia tak pernah berani untuk mengungkapkannya. Sari merasa takut, takut jika perasaan itu akan merusak persahabatan mereka yang sudah terjalin lama. Ia lebih memilih untuk menyimpannya dalam diam, meskipun itu terasa begitu berat.
Setiap kali mereka bertemu, Sari berusaha menunjukkan sikap biasa saja, seolah tidak ada yang berbeda. Padahal, hatinya berdebar-debar setiap kali Andi tersenyum padanya. Ia tahu, Andi mungkin tidak merasakan hal yang sama. Mungkin Andi melihatnya hanya sebagai teman biasa, tak lebih dari itu. Dan Sari merasa, jika ia mengungkapkan perasaannya, semuanya akan berubah. Persahabatan mereka bisa berakhir, dan itu adalah hal yang paling ditakutkannya.
Sari sering duduk di teras rumahnya, memandang ke arah rumah Andi yang hanya berjarak beberapa langkah dari rumahnya. Kadang-kadang, ia melihat Andi sedang berkebun di halaman rumahnya, atau sekadar duduk di bangku taman menikmati matahari sore. Dalam diam, Sari memperhatikan setiap gerak-geriknya, merasakan rindu yang mendalam, namun tetap menahannya.
Suatu sore yang cerah, ketika angin sepoi-sepoi menyapa wajahnya, Sari duduk di teras sambil memegang secangkir teh hangat. Tidak lama kemudian, Andi datang mendekat, membawa sebuah ember kecil yang berisi tanaman baru yang ia beli di pasar.
“Cangkir tehmu sepertinya sudah dingin, Sari. Sudah lama di sini?” tanya Andi sambil duduk di bangku sebelahnya.
Sari tersenyum, mencoba menyembunyikan rasa canggung yang muncul di dalam hatinya. “Aku baru saja duduk sebentar. Kau sendiri, Andi? Tanaman baru ini milikmu?”
Andi mengangguk sambil menunjukkan tanaman kecil di tangannya. “Iya, aku ingin menambah koleksi tanaman di kebunku. Kau tahu, aku suka berkebun. Ini membuatku merasa tenang.”
Sari hanya mengangguk, meskipun hatinya sedikit kesal karena percakapan mereka tidak bisa lebih dalam lagi. Ia ingin sekali mengungkapkan apa yang ia rasakan, tetapi kata-kata itu terasa tersangkut di tenggorokannya. Ia hanya bisa memandang Andi, merasakan cintanya yang dalam namun tetap diam.
Hari-hari berlalu begitu saja, dan perasaan Sari semakin berat. Ia melihat Andi mulai sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya, berbicara tentang rencana-rencana besar yang ia miliki. Sari mendukungnya dengan sepenuh hati, meskipun kadang-kadang, ia merasa sepi melihat Andi begitu jauh darinya. Tapi ia tak pernah mengeluh. Ia tahu, dalam diam, ada rasa yang lebih besar daripada sekadar kata-kata.
Suatu malam, saat hujan turun dengan derasnya, Sari kembali duduk di teras. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma tanah yang basah. Tiba-tiba, pintu rumahnya diketuk. Sari terkejut, lalu membuka pintu dan melihat Andi berdiri di depan rumahnya dengan wajah basah kuyup.
“Apa yang kau lakukan di luar saat hujan seperti ini?” tanya Sari dengan cemas.
Andi tersenyum, meski ada kelelahan yang tampak di matanya. “Aku sedang berjalan-jalan dan tak menyadari kalau hujan turun begitu deras. Aku lihat kamu duduk di sini, jadi aku datang sebentar.”
Sari menatapnya, sedikit bingung, namun tidak bisa menahan senyum. “Kau basah kuyup. Masuklah dulu, biar bisa hangat sedikit.”
Andi mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di ruang tamu, dengan secangkir teh hangat yang Sari buatkan untuk Andi. Ada keheningan di antara mereka, namun kali ini, keheningan itu terasa lebih nyaman daripada sebelumnya. Sari merasa Andi dekat, namun tetap ada jarak yang tak bisa dijembatani.
Setelah beberapa saat, Andi memandangnya dengan tatapan serius. “Sari, ada yang ingin aku katakan.”
Jantung Sari berdegup lebih cepat. Perasaan yang sudah lama terpendam itu kembali mengusik hatinya. Apakah Andi akan mengatakan sesuatu yang ia harapkan? Atau justru sebaliknya?
“Aku... aku tahu kita sudah berteman lama, dan aku ingin kau tahu satu hal. Terima kasih karena selalu ada di sini untukku. Kau adalah teman terbaik yang pernah aku miliki, dan aku sangat menghargainya,” kata Andi dengan suara yang pelan namun penuh arti.
Maya merasa hatinya seperti terhimpit. Perasaan yang sudah lama ia simpan di dalam hati terasa semakin berat, dan kata-kata Andi seperti pisau yang melukai dalam diam.
“Aku... aku juga sangat menghargai dirimu, Andi,” jawab Sari dengan suara bergetar. “Kau sudah seperti keluarga bagiku.”
Namun, dalam diam itu, Sari merasa seperti ada dunia yang runtuh. Andi tidak merasakan hal yang sama. Ia hanya melihat Sari sebagai teman baiknya, tak lebih. Dan Sari harus menerima kenyataan itu, meskipun hatinya terasa hancur.
Hari-hari pun berlalu, dan meskipun cinta itu tak terucap, Sari belajar untuk menerima bahwa kadang-kadang, cinta harus disimpan dalam diam. Tidak semua perasaan bisa terungkapkan, dan terkadang, hal yang terbaik adalah membiarkan perasaan itu hidup dalam hati, sebagai kenangan indah yang tak perlu dikatakan. Meskipun perasaan itu tak pernah terbalas, Sari tahu bahwa cinta dalam diam tetap memiliki keindahan tersendiri, sebuah pengorbanan yang tulus tanpa berharap kembali.
Dan di malam yang sepi itu, Sari duduk di teras rumahnya, menatap bintang-bintang di langit, merasakan cinta dalam diam yang akan selalu tinggal di hatinya, meskipun tak terucap.
Post a Comment for "Cinta dalam Diam"