Hujan di Kota Kecil
Di sisi lain halte, seorang pria berdiri dengan payung hitam di tangannya. Dia adalah Arga, pemuda lokal yang sedang menunggu bus untuk pergi bekerja. Tatapannya sesekali mengarah ke Rani, yang tampak gelisah.
“Kamu mau ke mana?” tanya Arga akhirnya, mencoba memecah keheningan.
Rani menoleh, terkejut dengan pertanyaan itu. “Aku... baru di sini. Aku sedang mencari jalan ke toko buku.”
Arga tersenyum kecil. “Aku tahu tempatnya. Kebetulan arahku ke sana juga. Kalau mau, aku antar.”
Rani ragu sejenak, tapi melihat senyuman ramah Arga, dia akhirnya mengangguk.
“Apa kamu selalu suka hujan seperti ini?” tanya Rani.
Arga mengangguk. “Hujan itu membawa kenangan. Kadang kenangan bahagia, kadang juga sedih. Tapi bagiku, hujan adalah waktu terbaik untuk merenung.”
Rani tersenyum. “Aku rasa aku akan mulai menyukai hujan, kalau begitu.”
Namun, ada sesuatu yang Rani perhatikan. Setiap kali hujan turun, ada kesedihan di mata Arga yang tidak bisa dia pahami.
“Ada apa, Arga? Apa hujan mengingatkanmu pada sesuatu yang menyakitkan?” tanyanya suatu hari.
Arga terdiam sejenak, lalu berkata, “Dulu, aku kehilangan seseorang yang sangat kucintai saat hujan deras seperti ini. Dia meninggalkan kota ini dan tidak pernah kembali.”
Rani terkejut mendengar cerita itu, tapi dia memilih untuk tidak mendesak lebih jauh.
“Arga, siapa dia?” tanya Rani, menunjukkan foto itu.
Arga terkejut. Dia terdiam lama sebelum akhirnya berkata, “Dia adalah Alia, saudara kembar kamu.”
Rani tidak percaya. Alia adalah kakaknya yang sudah lama hilang kontak dengan keluarganya. Ternyata, Alia pernah tinggal di kota itu dan menjalin hubungan dengan Arga sebelum akhirnya pergi tanpa kabar.
“Kenapa dia tidak pernah kembali?” tanya Rani, matanya mulai berkaca-kaca.
Arga menggeleng pelan. “Aku tidak tahu. Tapi melihatmu, aku merasa Alia kembali dalam bentuk lain. Aku takut kehilanganmu juga.”
Suatu hari, di bawah hujan deras, Rani berkata, “Arga, aku bukan Alia. Tapi aku ingin menjadi seseorang yang bisa membuatmu bahagia lagi.”
Arga tersenyum, lalu menggenggam tangan Rani. “Kamu sudah melakukannya. Kamu adalah harapanku yang baru.”
Hujan di kota kecil itu kini menjadi saksi cinta mereka—cinta yang lahir dari kenangan, tumbuh dalam kesedihan, dan berakhir dalam kebahagiaan.
Post a Comment for "Hujan di Kota Kecil"