Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hujan di Kota Kecil


1. Awal Pertemuan

Pagi itu, hujan turun dengan derasnya di sebuah kota kecil yang selalu basah di bulan Desember. Rani, seorang gadis yang baru pindah dari Jakarta, sedang berteduh di halte bus. Rambutnya yang basah kuyup menjuntai ke bahu, sementara matanya terus memandang jalanan yang sepi.

Di sisi lain halte, seorang pria berdiri dengan payung hitam di tangannya. Dia adalah Arga, pemuda lokal yang sedang menunggu bus untuk pergi bekerja. Tatapannya sesekali mengarah ke Rani, yang tampak gelisah.

“Kamu mau ke mana?” tanya Arga akhirnya, mencoba memecah keheningan.

Rani menoleh, terkejut dengan pertanyaan itu. “Aku... baru di sini. Aku sedang mencari jalan ke toko buku.”

Arga tersenyum kecil. “Aku tahu tempatnya. Kebetulan arahku ke sana juga. Kalau mau, aku antar.”

Rani ragu sejenak, tapi melihat senyuman ramah Arga, dia akhirnya mengangguk.

2. Hujan Membawa Kedekatan

Di bawah payung hitam Arga, mereka berjalan bersama menembus hujan. Percakapan ringan mereka berlanjut, membahas segala hal mulai dari hujan hingga buku favorit. Rani merasa nyaman dengan Arga, meski baru saja mengenalnya.

“Apa kamu selalu suka hujan seperti ini?” tanya Rani.

Arga mengangguk. “Hujan itu membawa kenangan. Kadang kenangan bahagia, kadang juga sedih. Tapi bagiku, hujan adalah waktu terbaik untuk merenung.”

Rani tersenyum. “Aku rasa aku akan mulai menyukai hujan, kalau begitu.”

3. Perasaan yang Tumbuh Perlahan

Sejak hari itu, Arga dan Rani sering bertemu. Mereka berbagi cerita di bawah langit mendung, duduk di kafe kecil, atau sekadar berjalan-jalan di taman dengan hujan rintik-rintik yang menemani. Rani yang awalnya merasa kesepian di kota kecil itu mulai menemukan kebahagiaan.

Namun, ada sesuatu yang Rani perhatikan. Setiap kali hujan turun, ada kesedihan di mata Arga yang tidak bisa dia pahami.

“Ada apa, Arga? Apa hujan mengingatkanmu pada sesuatu yang menyakitkan?” tanyanya suatu hari.

Arga terdiam sejenak, lalu berkata, “Dulu, aku kehilangan seseorang yang sangat kucintai saat hujan deras seperti ini. Dia meninggalkan kota ini dan tidak pernah kembali.”

Rani terkejut mendengar cerita itu, tapi dia memilih untuk tidak mendesak lebih jauh.

4. Rahasia yang Terungkap

Waktu terus berjalan, dan hubungan mereka semakin dekat. Hingga suatu hari, saat hujan turun dengan lebat, Rani menemukan sebuah foto di rumah Arga. Foto itu menunjukkan Arga dengan seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengannya.

“Arga, siapa dia?” tanya Rani, menunjukkan foto itu.

Arga terkejut. Dia terdiam lama sebelum akhirnya berkata, “Dia adalah Alia, saudara kembar kamu.”

Rani tidak percaya. Alia adalah kakaknya yang sudah lama hilang kontak dengan keluarganya. Ternyata, Alia pernah tinggal di kota itu dan menjalin hubungan dengan Arga sebelum akhirnya pergi tanpa kabar.

“Kenapa dia tidak pernah kembali?” tanya Rani, matanya mulai berkaca-kaca.

Arga menggeleng pelan. “Aku tidak tahu. Tapi melihatmu, aku merasa Alia kembali dalam bentuk lain. Aku takut kehilanganmu juga.”

5. Cinta yang Menguatkan

Meski kenyataan itu menyakitkan, Rani memilih untuk tetap berada di sisi Arga. Dia mencoba membantu Arga untuk menerima masa lalu dan mulai membuka hati untuk masa depan.

Suatu hari, di bawah hujan deras, Rani berkata, “Arga, aku bukan Alia. Tapi aku ingin menjadi seseorang yang bisa membuatmu bahagia lagi.”

Arga tersenyum, lalu menggenggam tangan Rani. “Kamu sudah melakukannya. Kamu adalah harapanku yang baru.”

6. Awal yang Baru

Hujan tidak lagi membawa kesedihan bagi Arga. Bersama Rani, dia menemukan makna baru dalam setiap tetes hujan yang jatuh. Mereka berjalan bersama di bawah payung yang sama, menikmati kebersamaan yang terasa seperti hadiah dari langit.

Hujan di kota kecil itu kini menjadi saksi cinta mereka—cinta yang lahir dari kenangan, tumbuh dalam kesedihan, dan berakhir dalam kebahagiaan.

Post a Comment for "Hujan di Kota Kecil"