Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cahaya di Tengah Hujan




Hujan deras mengguyur kota kecil itu tanpa henti sejak pagi. Jalanan lengang, hanya ada suara gemericik air yang mengalir di selokan dan tetesan air yang menghantam atap. Di sebuah kafe kecil di sudut jalan, Keysa duduk sambil memandangi cangkir teh hangat di depannya. Wajahnya terlihat sendu, matanya menerawang seolah mencari sesuatu yang tak bisa dijelaskan.

Hari itu seharusnya menjadi hari bahagianya—hari jadi yang keempat bersama Arya, kekasihnya. Namun, seperti langit yang mendung, hubungannya dengan Arya tengah dihantui keraguan.

Pertemuan Tak Terduga
Sementara Keysa merenung, pintu kafe terbuka, dan seorang pria masuk dengan membawa gitar yang basah oleh hujan. Pria itu mengibaskan jaketnya sebelum menyadari bahwa ia menarik perhatian beberapa pengunjung, termasuk Keysa.

“Maaf, hujan deras di luar,” katanya sambil tersenyum.

Keysa menunduk lagi, tidak ingin terlibat dalam interaksi. Namun, pria itu memilih duduk di meja di dekatnya dan mulai menyetel gitarnya. Suara gesekan senar gitar memenuhi kafe, melodi lembut yang menciptakan kehangatan di tengah udara dingin.

Melodi itu membuat Keysa teringat pada masa-masa awal hubungannya dengan Arya, ketika segalanya terasa indah dan penuh harapan. Ia tak sadar bahwa matanya mulai berkaca-kaca hingga pria itu menyapanya.

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan nada ramah.

Keysa tersentak. “Oh, iya. Aku baik.”

Pria itu tersenyum. “Maaf kalau aku mengganggumu. Namaku Awan.”

Keysa memperkenalkan diri dengan ragu. “Keysa.”

Percakapan yang Menghangatkan
Percakapan kecil itu perlahan mengalir. Awan, ternyata seorang musisi yang sering bermain di kafe-kafe kecil untuk mencari inspirasi. Ia memiliki cara bicara yang santai dan tulus, sesuatu yang membuat Keysa merasa nyaman.

“Kamu kelihatan sedih,” kata Awan di sela-sela obrolan.

Keysa menghela napas. “Aku sedang berpikir tentang seseorang.”

“Apa dia penting bagimu?”

“Penting sekali. Tapi aku tidak yakin apakah aku masih penting baginya.”

Awan menatap Keysa dengan mata penuh pengertian. “Kadang, kita hanya perlu bertanya. Orang yang benar-benar peduli akan memberikan jawabannya dengan jelas.”

Kenangan yang Terulang
Saat mereka berbicara, Arya mengirim pesan singkat: Maaf, aku tidak bisa datang hari ini. Ada pekerjaan mendadak.

Keysa menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Sudah beberapa bulan terakhir Arya sering membatalkan janji dengan alasan pekerjaan. Keysa merasa seperti hanya menjadi pilihan kedua dalam hidup Arya.

Melihat raut wajah Keysa yang berubah, Awan bertanya, “Pesan dari dia?”

Keysa mengangguk pelan.

“Kalau begitu, aku punya saran,” kata Awan sambil tersenyum. “Izinkan aku memainkan satu lagu untukmu. Anggap saja sebagai hadiah kecil di tengah hujan.”

Lagu di Tengah Hujan
Awan mulai memainkan gitarnya, menciptakan melodi yang sederhana namun menyentuh. Suaranya yang lembut mengiringi lagu itu:

"Hujan turun membawa kenangan,
Namun aku di sini, tetap bertahan.
Cinta bukan sekadar kata,
Tapi kehadiran yang nyata."

Lirik itu mengalun dengan begitu tulus, menyentuh hati Keysa. Air matanya mulai jatuh tanpa ia sadari. Lagu itu seolah berbicara langsung padanya, mengingatkan bahwa cinta sejati bukan tentang janji yang tak ditepati, tetapi tentang hadir di saat-saat yang paling dibutuhkan.

Keputusan di Bawah Langit Kelabu
Setelah lagu itu selesai, Awan menatap Keysa. “Kadang, kita harus berani memilih kebahagiaan kita sendiri. Jangan biarkan dirimu terus menunggu di tempat yang tidak memberimu kehangatan.”

Kata-kata itu terus terngiang di kepala Keysa bahkan setelah ia meninggalkan kafe. Di luar, hujan telah mereda, menyisakan genangan air di jalanan. Ia berjalan perlahan menuju apartemennya, memikirkan hubungan yang selama ini ia pertahankan meski hatinya merasa kosong.

Setibanya di apartemen, Keysa mengambil ponselnya dan mengetik pesan untuk Arya:

“Aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa terus menunggu. Jika kau tidak bisa memberikan waktumu untukku, mungkin ini saatnya kita berjalan di jalan yang berbeda.”

Ia mengirim pesan itu dengan tangan gemetar, namun hatinya merasa lega. Untuk pertama kalinya, Keysa merasa bahwa ia mengambil langkah untuk dirinya sendiri.

Awal yang Baru
Beberapa minggu berlalu, dan hidup Keysa perlahan berubah. Ia fokus pada pekerjaannya dan mulai menikmati waktu untuk dirinya sendiri. Suatu sore, saat ia sedang berjalan di taman, suara gitar yang familiar menarik perhatiannya.

Di bawah pohon besar, Awan duduk sambil bermain gitar. Ia tersenyum ketika melihat Keysa mendekat.

“Kebetulan yang indah,” katanya.

Keysa tersenyum balik. “Mungkin bukan kebetulan.”

Mereka berbicara lagi, seperti saat pertama kali bertemu di kafe. Namun kali ini, tidak ada hujan atau pesan yang mengganggu. Hanya ada dua hati yang perlahan mulai menemukan kehangatan dalam kehadiran satu sama lain.

Di bawah langit sore yang mulai cerah, Keysa menyadari bahwa kadang-kadang, hujan adalah cara semesta membersihkan jalan menuju kebahagiaan baru.

Post a Comment for "Cahaya di Tengah Hujan"