Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Surat dari Masa Lalu




Di sebuah desa kecil bernama Ngalam, ada sebuah rumah tua yang sudah lama tidak berpenghuni. Rumah itu dulunya milik seorang wanita bernama Nyonya Ratna, yang telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Meski sudah tidak ada penghuninya, rumah itu tetap terawat dengan baik oleh Pak Surya, seorang tetangga setia yang selalu menjaga peninggalan Nyonya Ratna.

Suatu hari, seorang pria muda bernama Raka datang ke desa itu untuk mencari ketenangan setelah peristiwa pahit yang baru saja dialaminya. Raka adalah seorang arkeolog yang baru saja kehilangan pekerjaannya di sebuah museum besar di Jakarta. Ia berharap bisa menemukan kedamaian dan mungkin inspirasi baru di desa yang tenang ini.

Raka menginap di rumah Pak Surya, yang ramah menyambutnya seperti keluarga sendiri. Suatu pagi, saat berjalan-jalan di sekitar desa, Raka tertarik pada rumah tua milik Nyonya Ratna. Ia meminta izin kepada Pak Surya untuk melihat-lihat rumah itu.

“Silakan, Raka. Rumah itu penuh kenangan dan mungkin akan memberikanmu sesuatu yang berharga,” kata Pak Surya dengan senyum bijak.

Raka masuk ke dalam rumah tua itu, merasakan suasana yang tenang namun penuh cerita. Di dalam salah satu kamar, ia menemukan sebuah peti kayu yang tertutup debu. Dengan hati-hati, Raka membuka peti itu dan menemukan tumpukan surat-surat lama yang terikat rapi dengan pita merah.

Surat-surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang indah, ditujukan kepada seorang pria bernama Anwar. Raka mulai membaca salah satu surat tersebut, yang penuh dengan kata-kata cinta dan rindu.

“Anwar sayang, hari ini hujan turun lagi di desa kita. Aku merindukanmu setiap saat, berharap bisa melihat senyummu yang selalu membuat hatiku tenang...”

Surat itu membuat Raka penasaran. Ia membaca surat-surat lainnya dan menemukan bahwa Nyonya Ratna dan Anwar adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, namun terpisah oleh keadaan. Anwar pergi ke kota besar untuk bekerja, meninggalkan Nyonya Ratna yang setia menunggunya di desa.

Raka membawa surat-surat itu kepada Pak Surya. “Pak, siapa Anwar ini? Kenapa Nyonya Ratna dan dia tidak pernah bersatu?”

Pak Surya menarik napas panjang. “Anwar adalah cinta sejati Nyonya Ratna. Mereka berencana menikah setelah Anwar kembali dari kota, tapi takdir berkata lain. Anwar meninggal dunia dalam kecelakaan kerja, dan Nyonya Ratna tidak pernah menerima kabar itu. Dia terus menulis surat untuk Anwar, berharap suatu hari dia akan kembali.”

Mendengar cerita itu, Raka merasa tersentuh. Ia memutuskan untuk menulis sebuah artikel tentang kisah cinta Nyonya Ratna dan Anwar, berharap bisa mengabadikan cinta mereka yang abadi dalam bentuk tulisan. Artikel itu kemudian diterbitkan di majalah nasional, menarik perhatian banyak orang.

Suatu sore, saat Raka sedang duduk di teras rumah Pak Surya, seorang wanita muda datang menghampirinya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Lina, cucu dari Anwar.

“Saya membaca artikel Anda tentang Nyonya Ratna dan kakek saya. Saya ingin mengucapkan terima kasih karena telah mengungkap kisah cinta mereka. Keluarga kami tidak pernah tahu tentang surat-surat itu,” kata Lina dengan mata berbinar.

Raka tersenyum. “Kisah mereka sangat menyentuh hati saya. Saya merasa terhormat bisa menuliskannya.”

Lina mengajak Raka untuk mengunjungi makam Anwar dan Nyonya Ratna yang terletak di dekat bukit desa. Di sana, di bawah pohon besar yang rimbun, mereka berdua berdoa dan merenung tentang cinta yang abadi dan tak lekang oleh waktu.

“Kisah mereka mengajarkan kita bahwa cinta sejati tidak pernah mati, meskipun terpisah oleh jarak dan waktu,” kata Lina dengan suara lembut.

Raka mengangguk. “Benar. Cinta mereka akan terus hidup dalam kenangan dan hati kita.”

Seiring waktu, Raka dan Lina semakin akrab. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita dan impian. Di bawah langit biru dan di antara hamparan sawah yang hijau, mereka menemukan kenyamanan dalam kebersamaan satu sama lain.

Suatu hari, di tempat yang sama di mana mereka pertama kali berbicara tentang kisah Nyonya Ratna dan Anwar, Raka menggenggam tangan Lina. “Lina, aku merasa kita dipertemukan oleh takdir. Kisah cinta kakek dan nenekmu telah mengajarkanku banyak hal tentang cinta sejati. Aku… aku mencintaimu.”

Lina menatap Raka dengan mata berbinar, merasakan kehangatan di hatinya. “Aku juga mencintaimu, Raka. Cinta mereka telah membawa kita bersama, dan aku percaya kita bisa menciptakan kisah cinta yang indah seperti mereka.”

Di bawah sinar matahari yang cerah, di tengah hamparan sawah yang hijau, Raka dan Lina saling berjanji untuk menjaga cinta mereka. Mereka tahu bahwa seperti Nyonya Ratna dan Anwar, cinta sejati tidak pernah mati dan selalu menemukan jalannya.

Kisah cinta Nyonya Ratna dan Anwar tidak hanya menjadi kenangan, tetapi juga menginspirasi cinta baru yang tumbuh antara Raka dan Lina. Di desa kecil yang penuh dengan cerita, mereka menemukan bahwa cinta sejati adalah tentang saling memahami, mendukung, dan menjaga satu sama lain, selamanya.

Post a Comment for "Surat dari Masa Lalu"