Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Di Bawah Cahaya Lilin




Di sebuah kota kecil bernama Seruni, ada sebuah toko buku tua yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu. Toko itu bernama "Pustaka Kenangan" dan dikelola oleh seorang wanita tua bernama Nenek Lestari. Meski terlihat sederhana dari luar, di dalamnya tersimpan ribuan buku yang sarat dengan cerita dan kenangan.

Setiap Jumat malam, Nenek Lestari mengadakan acara pembacaan puisi dan cerita di tokonya. Masyarakat setempat, baik tua maupun muda, sering berkumpul di sana untuk menikmati malam penuh inspirasi di bawah cahaya lilin yang menerangi ruangan dengan lembut. Di sinilah cerita cinta antara Ardi dan Maya dimulai.

Ardi adalah seorang penulis muda yang baru saja kembali ke Seruni setelah beberapa tahun tinggal di Jakarta. Ia merasa rindu dengan ketenangan kota kecil ini dan berharap bisa menemukan inspirasi baru untuk novelnya. Suatu malam, Ardi memutuskan untuk mengunjungi Pustaka Kenangan dan ikut serta dalam acara pembacaan puisi.

Maya, seorang guru sekolah dasar yang gemar menulis puisi, juga hadir di acara tersebut. Ia sudah lama menjadi pengunjung setia toko buku itu dan selalu menantikan malam Jumat dengan penuh semangat. Malam itu, Maya dipilih untuk membacakan puisinya di depan para pengunjung.

Dengan suara lembut namun penuh emosi, Maya mulai membaca puisi tentang cinta dan kehilangan. Setiap kata yang terucap seolah membius pendengarnya, termasuk Ardi. Ia terpaku mendengarkan, merasakan setiap emosi yang tersirat dalam puisi Maya.

Setelah acara selesai, Ardi mendekati Maya yang sedang berbicara dengan Nenek Lestari. "Puisi yang kamu bacakan tadi sangat indah. Aku bisa merasakan setiap kata yang kamu sampaikan," kata Ardi dengan tulus.

Maya tersenyum malu-malu. "Terima kasih. Aku menulisnya dari pengalaman pribadi."

Ardi mengangguk. "Aku bisa merasakannya. Namaku Ardi, aku seorang penulis."

"Maya, senang bertemu denganmu, Ardi," jawab Maya sambil menjabat tangan Ardi.

Malam itu, mereka berbicara panjang lebar tentang puisi, tulisan, dan kehidupan. Ardi merasa terinspirasi oleh Maya, sementara Maya menemukan bahwa Ardi adalah sosok yang memahami perasaannya. Mereka bertukar kontak dan berjanji untuk bertemu lagi.

Hari demi hari, Ardi dan Maya semakin sering bertemu di Pustaka Kenangan dan berbagai tempat lainnya di Seruni. Mereka saling berbagi cerita, tulisan, dan impian. Ardi mulai menulis novel barunya dengan semangat yang baru, sementara Maya menemukan inspirasi untuk puisi-puisinya dari kebersamaan mereka.

Suatu malam, di bawah cahaya lilin yang redup di Pustaka Kenangan, Ardi memberanikan diri untuk membaca beberapa halaman dari novelnya yang baru. Para pengunjung mendengarkan dengan antusias, termasuk Maya yang duduk di barisan depan. Ketika Ardi selesai, tepuk tangan riuh memenuhi ruangan.

Setelah acara, Maya menghampiri Ardi dengan mata berbinar. "Tulisanmu sangat indah, Ardi. Aku bisa merasakan emosimu dalam setiap kata."

Ardi tersenyum, merasa lega dan bahagia. "Terima kasih, Maya. Kamu adalah inspirasiku."

Maya terkejut mendengar kata-kata itu. "Aku? Bagaimana bisa?"

"Sejak pertama kali mendengarkan puisimu, aku merasa terhubung denganmu. Kamu memberikan warna baru dalam hidupku dan inspirasiku untuk menulis," kata Ardi dengan penuh kejujuran.

Maya merasakan kehangatan di hatinya. "Ardi, aku juga merasakan hal yang sama. Kamu membuatku merasa dihargai dan dimengerti."

Mereka saling mendekat, merasakan kehangatan yang mengalir di antara mereka. Di bawah cahaya lilin yang lembut, mereka berbagi ciuman pertama yang manis dan penuh makna.

Malam itu, Nenek Lestari tersenyum melihat kebahagiaan di wajah Ardi dan Maya. Ia tahu bahwa toko bukunya telah menjadi tempat di mana cinta dan inspirasi bertemu, menciptakan kenangan yang tak terlupakan.

Bulan demi bulan berlalu, Ardi dan Maya semakin tak terpisahkan. Novel Ardi selesai dengan sukses dan menjadi bestseller, sementara puisi-puisi Maya diterbitkan dalam sebuah buku yang mendapat banyak pujian. Mereka sering mengadakan acara pembacaan bersama di Pustaka Kenangan, menginspirasi banyak orang dengan kisah cinta dan karya-karya mereka.

Suatu hari, Ardi membawa Maya ke sebuah tempat tersembunyi di pinggiran kota Seruni, sebuah padang bunga yang luas dan indah. Di tengah padang bunga itu, Ardi mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya.

"Maya, kamu adalah inspirasiku, sahabatku, dan cinta dalam hidupku. Mau kah kamu menikah denganku?" tanya Ardi dengan suara gemetar.

Maya menatap Ardi dengan air mata kebahagiaan. "Ya, Ardi. Aku mau."

Mereka berpelukan erat di tengah padang bunga, merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Di bawah langit biru dan sinar matahari yang cerah, Ardi dan Maya berjanji untuk saling mencintai dan mendukung sepanjang hidup mereka.

Pustaka Kenangan menjadi saksi bisu dari perjalanan cinta mereka, tempat di mana mereka menemukan satu sama lain dan menggapai impian mereka. Di bawah cahaya lilin yang lembut, Ardi dan Maya menjalani kehidupan dengan penuh cinta dan inspirasi, menciptakan kenangan-kenangan baru yang abadi.

Post a Comment for "Di Bawah Cahaya Lilin"